ANALISIS INFLASI DI INDONESIA, DAMPAK DAN KEBIJAKAN MONETER YANG DIAMBIL PEMERINTAH.

Picture source: tutorgram.net
Inflasi menjadi merupakan masalah ekonomi yang terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Inflasi merupakan kondisi yang disebabkan oleh beberapa faktor yang kompleks yang memiliki ciri khas tersendiri disetiap Negara. Semakin tinggi inflasi yang terjadi menunjukkan kondisi ekonomi sebuah negara kurang baik. sehingga perlu penyelesaian melalui kebijakan moneter yang harus diambil oleh pemerintah. berikut ini penulis membahas hal tersebut khususnya yang terjadi di negara indonesia.

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA, DAMPAK DAN KEBIJAKAN MONETER DIAMBIL PEMERINTAH.

Kita bisa mengamati inflasi yang terjadi pada tahun 2015, 2016, dan 2017. Inflasi yang terjadi di indonesia selama tiga tahun terakhir berada pada kisaran +- 3%.,
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Desember) 2016 dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2016 terhadap Desember 2015) masing-masing sebesar 3,02 persen.

Melansir data BPS, Selasa (3/1/2017) sebagian besar kelompok pengeluaran mengalami inflasi yakni kelompok bahan makanan sebesar 5,69 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 5,38 persen.

Kelompok lainnya penyumbang inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebsar 1,90 persen, kelompok sandang sebesar 3,05 persen, kelompok kesehatan sebesar 3,92 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 2,73 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah yaitu kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,72 persen.
Data BPS merilis jika dilihat dari peyumbang inflasi selama 2016 lebih dominan kelompok bahan makanan sebesar 1,21 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,91 persen,

Dampak Tren penurunan tingkan inflasi sejak tahun 2011 sampai dengan 2016
Tren penurunan tingkat inflasi yang terjadi terus-menerus dapat memberikan dampak yang negatif bagi perekonomian dalam negeri. Dampak tersebut dapat dilihat dari sisi konsumen dan produsen.
Dari sisi konsumen, tren penurunan inflasi dapat memberikan insentif untuk menunda konsumsi karena ada kecenderungan untuk menunggu harga-harga turun lebih jauh. Di sisi lain, ketika nilai suku bunga tetap tinggi namun tingkat inflasi menurun tajam dapat membuat tingkat suku bunga riil (real interest rate) meningkat sehingga konsumen cenderung meningkatkan simpanannya dan mengurangi konsumsinya.

Kecenderungan menahan konsumsi dan lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang akan semakin besar ketika konsumen menilai kondisi pemulihan ekonomi belum ada kepastian ke depan. Oleh karena itu, penurunan tingkat infllasi pada umumnya tidak selalu mendorong pengingkatan konsumsi.
Saat ini, kondisi konsumen menahan konsumsinya telah tecermin pada survei Konsumen Bank Indonesia bulan juni 2015. Survei tersebut menunjukkan rata-rata pendapatan konsumen untuk konsumsi menurun 0,6% dari bulan sebelumnya menjadi 67,1%. Sebaliknya, porsi tabungan terhadap pendapatan naik sebesar 0,4% menjadi 19,7%.

Dari sisi produsen, tren penurunan harga dapat menurunkan insentif usaha. Seperti diketahui, pada umumnya produsen lebih menyukai terjadinya kenaikan harga daripada penurunan harga. Apabila terjadi kenaikan harga yang terukur, kondisi ini juga mendorong peningkatan omzet. Di sisi lain, penurunan harga barang, terlebih pada barang-barang yang telah dicadangkan, akan membuat penurunan omzet dan pendapatan yang pada akhirnya menurunkan laba.
Penurunan daya beli konsumen turut juga menekan penjualan barang yang mana hal tersebut sudah mulai terjadi. Survei penjualan eceran Bank Indonesia mengindikasikan bahwa secara tahunan, penjualan eceran pada mei 2015 tumbuh melambat. Pada survei yang sama menunjukkan indeks penjualan riil (ipr) mei 2015 sebesar 179,7, tumbuh 19,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan april 2015 sebesar 23,1% (yoy).

Kondisi melemahnnya penjualan eceran pada akhir tahun masih ada kemungkinan terjadi kembali. Hal tersebut terindikasi dari penurunan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang.

ANALISIS  INFLASI INDONESI, DAMPAK DAN KEBIJAKAN MONETER DIAMBIL PEMERINTAH.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penurunan tingkat inflasi yang tidak dibarengi dengan penyesuaian tingkat suku bunga, tingkat suku bunga riil meningkat, dapat menurunkan insentif konsumsi dan produksi domestik. Di sisi lain, dampak tingkat suku bunga riil tinggi adalah meningkatnya beban utang konsumen dan produsen. Konsumen dan produsen dihadapkan beban utang yang lebih tinggi, karena nilai suku bunga tidak turun, namun di sisi lain harga barang yang dijual justru mengalami penurunan.
Meningkatnya beban utang konsumen dan produsen pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kredit perbankan. Semakin tinggi beban utang yang ditanggung akan membuat semakin rendah juga kemampuan bayar beban utang sehingga rasio non performing loan (NPL) perbankan akan cenderung meningkat. Apabila kondisi di atas tidak diantisipasi, hal tersebut akan membuat pertumbuhan ekonomi semakin menurun.

2. INFLASI TERTINGGI
Berdasarkan data yang disajikan di atas bisa diketahui bahwa inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 17% dan pada tahun 2008 yang mencapai 11%. berikut kami sajikan faktor yang menyebabkan tingginya inflasi pada tahun tersebut.

Pada tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi dibandingkan tahun-tahun selanjutnya yaitu sebesar 17,11 persen. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan semua kelompok barang dan jasa, seperti : kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.

Pada Tahun 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi dari Januari 2008 sampai dengan Juli 2008 sebesar 8,85 persen dan inflasi year on year periode Juli (2007-2008) sebesar 11,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi inflasi sampai dengan bulan Juli 2008 telah melebihi target yang ditetapkan Pemerintah.

Penyebab Inflasi tahun 2008

Inflasi dapat timbul karena adanya tekanan dari sisi penawaran (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor pendorong terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price, seperti BBM, TDL, tarif telepon, cukai rokok, dan tarif angkutan), dan terjadi negative supply shocks, seperti gagal panen dan langkanya komoditi tertentu akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Hal-hal tersebut otomatis akan membuat biaya produksi naik dan harga-harga melejit.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Dengan kata lain, banyaknya uang beredar di masyarakat yang melebihi jumlah produksi barang dan jasa merupakan pemicu inflasi jenis ini. Inflasi jenis ini bisa memicu naiknya produksi sehingga keuntungan perusahaan naik. Tapi, bila inflasi ini berkelanjutan, harga-harga barang lain dan harga biaya tenaga kerja juga akan ikut naik. Akibatnya, daya beli masyarakat akan turun.

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Penyumbang inflasi terbesar pada tahun 2008 ini adalah lebih banyak dari sisi cost push inflation. Meningkatnya harga minyak dunia yang akhirnya memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada bulan Mei 2008 memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap tingkat inflasi, walaupun efek kenaikan harga BBM tersebut sudah tidak signifikan lagi pada bulan Juli 2008. Selain itu, meningkatnya harga komoditas pangan dunia (kebutuhan bahan pangan impor seperti kedelai, jagung dan terigu), sejak akhir tahun 2007 yang otomatis meningkatkan biaya pokok produksi perusahaan juga memberikan kontribusi angka inflasi yang sangat besar. Hal-hal lain seperti kelangkaan sumber energi baik gas maupun minyak di berbagai daerah maupun kekurangan suplai listrik yang mengharuskan terjadinya pemadaman juga berperan meningkatkan inflasi karena mendorong pembengkakan biaya produksi.

Belum ada Komentar untuk "ANALISIS INFLASI DI INDONESIA, DAMPAK DAN KEBIJAKAN MONETER YANG DIAMBIL PEMERINTAH."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel