SANG JENDERAL YANG BERHATI MULIA.
By : Muhammad Darobi.
Suatu ketika disebuah belahan dunia terjadi
pertempuran yang hebat. Seorang laki laki yang tegap dan berwibawa telah
menjadi jenderal dalam pertempuran itu. Prajurit yang membawa bendera kerajaan
duduk tegap diatas kuda sembari menggenggam pedang ditangan kanannya. Dan ribuan
prajurit yang telah mempersiapkan busur panah, sementara yang lain menyusun
formasi pertempuran dan strategi perang. Lalu jederal tersebut maju ke depan
barisan untuk memberi kobaran semangat dengan berkata
“aku tidak lagi yakin bahwa diriku
akan mampu melewati pertempuran ini. Tetapi aku masih mempunyai kalian yang
membuatku tak gentar. Kali ini aku sungguh tidak yakin jika aku bisa menghindar
dari pedang maut dari musuh kita, tapi aku tidak gemetar menghadapinya karena
aku masih memiliki kalian yang bertekat seperti baja dan berhati mulia. Jika
aku harus pergi, setidaknya aku masih memiliki kalian yang siap meneruskan
perjuanganku. Diarena pertempuran nanti, aku bukanlah jenderal kalian, jenderal
kalian adalah diri kalian sendiri. Anggaplah bahwa aku juga seperti kalian yang
tidak harus berada dibelakang ketika musuh telah berada dalam jarak satu
inchi.”
Angkatlah bahumu dan jangan menunduk
dihadapanku, kali ini aku bukanlah siapa siapa. Tapi ingat jika kita berhenti
disini, siapa yang akan menjaga keluarga kita dari kekerasan, kekejaman dan
ketidak adilan?. Jika kita mati hari ini, setidaknya masih ada yang membawa
kabar kepada anak cucu kita nanti bahwa kita adalah sebuah cerita perjuangan
bagi mereka. Musuh tidak peduli apakah kalian menderita atau tidak, sama halnya
ketika kita tidak mengangkat pedang untuk perang.
Kemudian diakhir katanya sang jenderal
tersebut dengan suara keras berkata “
kalian adalah pedangku yang melindungi seluruh tubuh ini. Tanpa dirimu aku
tidak mampu menghadapi hari ini. Kalian adalah jalanku dan pengorbananmu adalah
harga mati dari perjuangan ini” .
Teriakan keras mengiringi bala tentara
tersebut maju kemedan laga. Satu demi satu prajurit terhunus oleh panah, tombak
dan pedang. Tetapi hal itu tidak mengendurkan semangat yang lainnya. Tidak lupa
sang jenderal berada dibarisan paling depan, pedangnyanya telah merenggut
setiap jiwa musuh yang menghampirinya. Sementara dibarisan pemanah berada
dibagian paling akhir dari pertempuran tersebut. Mereka melontarkan ribuan anak
panah kemusuh. Tanpa disadari taktik tersebut telah membuat pasukan musuh
menjadi kocar kacir.
Ya peperangan yang tidak seimbang, sembari
mengayunkan pedang dan berlari merangsek barisan musuh, sang jenderal telah
memberi nyawa sebuah pertempuran bagi prajuritnya. Kobaran semangat semakin
menjadi ketika tahu bahwa mereka akan mendapat kemenangan. Lapangan terlihat
bagaikan lautan darah yang mengalir dari tubuh yang mati dan telah menjadi kuburan
masal bagi sekian ribu manusia.
Ketika jenderal tersebut maju dan
mendekati komandan perang musuh, pedangnya telah mematahkan tangan komandan
tersebut, dan ketika hendak menghunuskan pedang, sang jenderal tidak menyadari
bahwa sebuah tombak meluncur menuju kepadanya. Seketika itu pula ia jatuh
tersungkur dari kuda dan beberapa saat kemudian beberapa pedang musuh menyusul
menghunus. Tak lama kemudian ia pun kembali kepadaNYA. Para prajurit yang lain
masih meneruskan pertempuran tersebut hingga pada akhirnya mereka berhasil
memukul mundur musuh sehingga mereka mendapat kemenangan. Kemeriahan pun tak
terhindarkan, mereke belum menyadari bahwa mereka telah kehilangan jenderal
mereka. Hingga pada akhirnya seorang prajurit berteriak, jenderal .. jenderal….
Jenderal…!!!... lalu mereka pun berlari untuk mendekat.
Mereka tidak menyangka bahwa mereka
telah kehilangan pemimpin yang telah memberi mereka sebuah mimpi nyata. Mereka
pun menangis dan berlutut untuk memberikan penghormatan yang terakhir, sampai
pada akhirnya mereka menemukan sebuah surat yang berlumur darah di dalam
genggaman tangan sang jenderal.
Demikian isi surat tersebut “aku menulis surat ini jikalau aku tidak
mampu lagi menemani perjuanganmu, wahai prajurit yang gagah berani, disinilah
aku harus berhenti. Jika kalian harus kehilangan satu jiwa sepertiku,
relakanlah, karena sesungguhnya kalian telah mencapai kemenangan dengan
membebaskan banyak jiwa yang terbelenggu oleh musuh.
Kalian telah membuka sebuah kebebasan bagi kalian sendiri begitu juga rasa
kebahagiaanku ketika aku bisa berperang dan berjuang bersama kalian. Aku
meyakini bahwa perang ini akan menjadi jalan kemenangan bagi kita, dan telah
mengangkat banyak jenderal yang lebih kuat dan berhati mulia.
Katakanlah bahwa kemenangan itu bukan karena diriku, tetapi karena
pengorbanan jiwa raga kalian yang memberikan kemenangan itu sendiri. Tuhan
telah memberi jalan kepada kita, demikian juga hari ini bagiku. Aku harus
pergi, tetapi aku telah menanam sejuta benih keberanian kepada kalian. Janganlah
kalian pedulikan kepergianku, aku selayaknya prajurit lain yang telah gugur
pada pertempuran hari ini. Jangan berlakukan aku istimewa, perlakukan aku
sebagaimana engkau memberi penghormatan kepada prajuritku lainnya, karena
sesungguhnya keistimewaan itu hanyalah untukNYA.
Demikian akhir cerita berikut. Ada
sebuah pesan yang tersirat yang penulis ingin sampaikan. “Keteladanan adalah sesuatu yang
hilang dari para pemimpin kita. Seorang pemimpin seharusnya mampu memberi
sebuah contoh yang nyata. Seorang pemimpin harus berani maju dibarisan paling
depan untuk memerangi kedzaliman. Seorang pemimpin seharusnya mampu menjadi
panutan yang mengilhami setiap tindakan semata mata untuk kepentingan semua
orang. Seorang pemimpin harusnya mampu memberi semangat bagi semua orang dan
tidak justru memberikan mereka keputusasaan”.
“Seorang pemimpin seharusnya menjadi
kebanggaan karena keberaniannya dan perjuangannya serta tekat yang mulia yang
tidak pernah berhenti”.
Terima kasih atas kunjungannya.
Belum ada Komentar untuk "SANG JENDERAL YANG BERHATI MULIA."
Posting Komentar